, , ,

Sindicalist dan Insureksi Yunani

25.12.08 0 komentar

Surat bagi para pelajar, Desember 2008


Sebuah surat terbuka dari para pekerja Athena, berhubungan dengan gejolak sosial atas tertembak matinya seorang anak muda.
Umur kita berbeda dan keasingan umum ini membuat kita sulit berbicara di jalan2; oleh karena itu kami mengirim surat ini.

Banyak dari kami belum menjadi botak atau menjadi buncit. Kami bagian dari gerakan pada tahun 90-91an. Kalian pasti pernah mendengarnya. Kala itu, meski kami telah menduduki sekolah kami selama 30-35 hari, kaum fasis membunuh seorang guru karena ia telah berjalan melampaui peran yang “seharusnya” ia lakukan dan malah pergi berseberangan jalan; ia telah memihak kepada kami, ke dalam perjuangan kami. Meski yang terkuat dari kita menguasai jalanan dan membuat rusuh. Bagaimanapun, kami tak pernah berpikir seperti yang telah kalian dengan mudah sekali sekarang ini: menyerang kantor polisi (meski pada waktu itu kami bernyanyi “bakar kantor polisi”)

Jadi, kalian telah melampaui kami, sebagaimana sejarah selalu bertutur. Kondisi-kondisinya berbeda tentu saja. selama tahun 90an mreka menwarkan kami prospek kesuksesan personal dan sebagian dari kami menerimanya. Sekarang orang2 tak lagi percaya akan dongeng semacam ini. Kakak-kakak kalian telah memperlihatkannya kepada kami selama tahun 2006-2007; sekarang kalian telah meludahi dongeng tersebut ke muka mereka.

sejauh ini cukup baik.

Sekarang hal yang baik dan sulit dimulai.

Kami akan menceritakan kalian perjuangan dan kekalahan kami (karena selama dunia belum menjadi milik kita, kita selalu akan menjadi yang kalah)

Dan kalian bisa gunakan apa yang telah kami pelajari sesuka kalian.

Jangan berdiri sendirian. Panggil kami; panggil sebanyak-banyaknya orang. Kami tidak tahu bagaimana kalian dapat melakukannya, kalianlah yang akan mencari jalannya. kalian telah menduduki sekolah-sekolah kalian dan berkata pada kami bahwa hal yang paling penting adalah kalian tidak menyukai sekolah kalian. Bagus. Karena kalian telah mendudukinya, maka, ubahlah perannya. Berbagi pendudukanmu dengan yang lain. Biarkan sekolahmu menjadi bangunan pertama untuk membuat relasi kita yang baru. Senjata terkuat mereka adalah dengan memisahkan kita. Seperti halnya kalian tak pernah takut bersama-sama menyerang kantor polisi, jangan sungkan memanggil kami untuk merubah hidup kita bersama-sama.

Jangan pernah mendengar dari organisasi politis manapun (meski itu organisasi anarkis). Lakukan apa yang harus kalian lakukan. Percayalah orang-orang, jangan ide-ide dan skema yang abstrak. Percaya dengan hubungan langsungmu dengan orang-orang. Jangan mendengarkan mereka yang bilang kalau perjuangan kalian tidak punya kandungan politis. Perjuanganmu adalah isinya. Yang kalian punya hanyalah perjuangan kalian dan hanya di dalam tangan kalianlah kalian dapat memajukannya. Perjuangan kalian yang dapat merubah hidup kalian, singkatnya kalian dengan relasi sebenarnya dengan sesama.

Jangan takut ketika berhadapan dengan hal baru. Setiap orang dari kami, selang umur kami semakin menua, telah tertanam sesuatu di dalam otak. Kalian juga, meski masih muda. Jangan lupakan fakta ini. Kala tahun 91, kami berhadapan dengan wewangian dunia baru dan, percayalah kami, kami menghadapinya dengan sulit. Kami belajar bahwa pasti ada batas. Jangan takut dengan penghancuran komoditas. Jangan takut akan orang-orang yang mencuri dari toko-toko. Kita yang membuat semua itu, dan itu semua milik kalian. Kalian (seperti kami dulu) dibesarkan untuk bangun pagi guna membuat sesuatu yang tidak akan menjadi milik kalian.

Mari ambil-alih semuanya dan saling berbagi. Seperti halnya kita berbagi kepada teman dan cinta diantara kita.

Kami mohon maaf menulisnya secara cepat-cepat, tapi kami melakukannya dengan mencuri waktu kerja dari bos kami, secara rahasia. Kami dipenjara oleh kerja, seperti kalian dipenjara di sekolah.


Sekarang kami berbohong kepada bos kami dan meninggalkan kerja: Kami akan bertemu kalian di Syntagma Square dengan menggenggam batu di tangan kami.



Proletarians




Artikel
Foto
Baca Selanjutnya

, , ,

Nietzche, Perihal Berhala Baru

23.12.08 0 komentar

Dimana-mana masih terdapat bangsa dan kawanan, toh tidak pada kita, Saudara-saudaraku: Ada negara-negara!
Negara? Apa itu? Ayolah! Kini pasang telinga pada aku, karena aku utarakan kini dalam Kata aku tentang kematian bangsa-bangsa!
Negara berarti mahluk monster menyeramkan paling dingin dari segala dingin. Berdusta juga dingin: dan dusta ini merangkak keluar dari mulut dia: “Aku, Negara, adalah rakyat”
Bohong itu! Berhasil mereka. Yang menciptakan bangsa dan menggantungkan sebuah kepercayaan dan sebuah cinta terhadap dia: jadilah mereka mengabdi kepada hidup.
Penghancurlah meraka, yang memasang perangkap bagi banyak orang dan menamakan diri mereka negara: Sebilah pedang dan ratusan keinginan mereka gantungkan kepada dia.

Dimana masih terdapat rakyat, disana terdapat kepahaman negara dan membenci dia sebagai pandangan jahat dan dosa pada adat-lembaga dan hukum.
Tanda ini aku berikan kalian: tiap rakyat berkata lidah dia tentang kebaikan dan kejahatan: yang tak dipahami tetangga. Bahasa dia terkandung adat-lembaga dan undang-undang.
Tetapi negara berdusta di dalam segala lidah kebaikan dan kejahatan: dan apa yang ia katakan, berdusta ia – dan apa yang ia miliki, sesuatu yang telah ia curi.
Tak beres seluruh pada dia; dengan gigi-gigi curian ia mengigit, si Galak itu. Tak beres hingga seluruh isi perut dia.
Kerancuan berbahasa tentang kebaikan dan kejahatan pertanda ini aku berikan kalian sebagai hakikat negara. Sunguh bermakna kehendak untuk mati pertanda ini! Sungguh, ia melambai kepada pengkotbah kematian!
Terlalu banyak orang terlahirkan: bagi si mubazir bermakna negara telah ditemukan!
Tengoklah pada aku, bagaimana ia memikat mereka pada dia, si Sudah-keterlaluan itu! Bagaimana ia melilit mereka dan mengunyah dan memamah biak!
“Di muka bumi ini tak ada lebih hebat daripada aku: jari tangan Allah yang menertibkan aku” – begitu aum si Binatang monster mengerikan itu. Dan bukan hanya yang bertelinga panjang melainkan juga yang bermata sempit bertekuk-sembah!
Ah, juga kepada kalian, hai – kamu yang berjiwa besar, ia bisikkan nasihat dusta-dusta gelap dia! Ah, dia merekayasa hati-hati kaya, yang suka luluh!
Ya, juga kalian ia bisikkan nasihat, si Pemenang Tuhan lama kalian itu! Akan loyo kalian dalam perang, dan lantas menyerahlah keloyoan kalian kepada sang Berhala baru!
Pahlawan dan orang-oramg terhomat mau ia dirikan sekitar dia, si Berhala baru itu! Suka ia berdiang sinar dibawah terang matahari hati nurani yang enak dan hangat,- si Mahluk monster yang dingin itu!
Semua mau ia berikan kalian, kalau kalian berlutut sembah padanya, si Berhala baru itu: bagi diri sendiri ia borong kegemilangan cahaya keutamaan kalian dan pandangan mata kebanggaan kalian.
Pada kalian mau ia tawarkan umpan keterlaluan- keterlaluanitu! Ya, karya seni api neraka telah ditemukan, seekor kuda kematian, yang bergemerincingan di dalam tata kemuliaan ke-dewata-an!
Ya, sebuah kematian bagi banyak orang telah ditemukan disana, yang terpuji-puja sebagai kehidupan: sungguh, suatu pujaan hati semua pengkotbah kematian!
Negara aku sebutkan itu, tempat semua peminum racun, sang kebaikan dan kejelekan: Negara, tempat semua melenyap sang kebaikan dan kejelekan: Negara, tempat berbunuh diri perlahan- lahan semua – yang bernama “ kehidupan”.
Tengoklah kepada aku, tengok si Mubazir- mubazir ini! Mereka mencuri karya- karya para cendikia-penemu dan harta karun dari para bijaksana: Peradaban mereka namakan untuk pencurian mereka – dan semua itu akan menjadikan mereka penyakitan dan kemalangan!
Mereka menggelut satu sama lain dan tak bisa mencerna seketika.
Tengoklah pada aku, tengok si Mubazir- mubazir ini! Kekayaan mereka warisi dan menjadi lebih miskin lantaran itu. Kuasa mereka inginkan dan pertama-tama linggis kekuasaan, uang banyak - si Kere sialan ini!
Tengoklah mereka memanjat, tengok si Monyet- monyet lincah ini! Memanjat mereka bertumpang tindih di atas satu sama lain dan terjungkal jatuh ke bawah lumpur dan di kedalaman.
Ke arah tahta ingin mereka semua: kegilaan kalianlah itu, - seakan-akan suatu keberuntungan duduk di atas tahta! Sering si Lumpur duduk di atas tahta – dan Tahta sering pula diatas lumpur.
Bagi aku edan mereka semua, si Monyet bergayutan dan siapa pun bernama-nama hebat itu. Mual aku mencium busuk sang Berhala kalian, si Binatang monster dingin itu: mual aku pada bau busuk mereka semua bersama-sama, si Penyembah-penyembah Berhalah itu.
Saudara- saudaraku, mau kalian lemas tercekik dalam kabut uap busuk moncong dan nafsu mereka? ’kan lebih baik dobrak jendela dan lompat keluar ke udara bebas.
Minggatlah jauh- jauh dari busuk itu! Jauhkan diri dari penyembahan berhala para mubazir itu!
Pergilahah jauh- jauh dari busuk itu! Jauhkan diri dari kabut uap busuk moncong pemangsa manusia ini!
Bebaskan diri – masih tersedia kini juga bumi bagi jiwa- jiwa besar. Sungguh, siapa memiliki sedikit, akan makin lebih sedikit ia berpunya: terpujilah kemiskinan kecil!
Disana, ditempat negara berhenti, barulah berawal manusia, yang bukan mubazir: mulailah lagu kemutlakan, yang satu- satunya dan tak tergantikan ajag lain.
Disana, di tempat negara mandeg, lihatlah kepada aku di sini, Saudara- saudaraku! Tidak kalian lihat, pelangi dan jembatan sang Purna-manusia
Demikianlah bicara Zarathustra.

Dimasukkan Oleh Anusnimus
Baca Selanjutnya

, , ,

Mbah Tarno Sangat Tidak Setuju Terhadap Pembangunan Pabrik Semen Gresik di Pati

5.12.08 0 komentar

Artikel ini berisi wawancara dengan sesepuh sedulur Sikep, Mbah Tarno di Desa baturejo, Sukolilo, Pati - Jawa tengah.

Rencana pembangunan pabrik semen baru di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah oleh PT. Semen Gresik mendapat banyak respon dari masyarakat setempat., termasuk juga dengan sesepuh komunitas sedulur Sikep atau masyarakat biasa menyebut dengan sebutan salah kaprah “Wong Samin”.

Mbah Tarno (100 tahun), demikian biasanya beliau disapa, telah menjalani beberapa jaman dan masa; dari sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi hingga orde yang tak jelas seperti sekarang ini.

Walau daya penglihatannya agak berkurang namun lelaki tua ini terlihat cukup segar ingatannya. Jari-jari tangannya yang masih nampak kekar sesekali mengambil handuk di pundak untuk mengelap mata-tuanya. Di usianya yang se-abad ini beliau lebih banyak menjalani akfititas keseharian di dalam dan sekitar rumah. Kursi panjang dari bambu di samping rumahnya adalah tempat biasanya beliau menghabiskan waktu siang.

Berikut petikan wawancara –tentunya dalam bahasa Jawa, Eko Arifianto, Jum’at, 24 Oktober 2008, dengan lelaki kelahiran tahun 1908 ini di rumahnya yang sederhana, di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.


Bagaimana tanggapan Mbah Tarno mengenai rencana pembangunan pabrik Semen Gresik di wilayah Pati, Jawa Tengah?

Yo ngene lho… Kok Jawa Timur iki maknane piye? Kok Jawa Barat dununge endi? Nek Jawa Tengah nggon opo? Lho.. iki aku kok ora ape mbantah utowo ngowahi opo-opo.. Iki pakem Jawa ningite ndik jaman kawitan… Sopo wetan sing ngarani nek ora kawitan? Iyo to? Diweki aran dino kok Legi? Maknane piye coba? Mongko iki ning nggone kemanusiaan iki kabeh. Nek Jawa Tengah kuwi tengahan wong… Iki tengah, mongko jenenge weteng.. Ojo diwet-wet lho! Mergo tengah iki daringan. Ora keno dibangun-opo-opo… Ogak keno!

(Ya begini lho... Kok Jawa Timur itu maknanya apa? Kok Jawa barat itu tempatnya di mana? Kalau Jawa Tengah tempatnya apa? Lho... ini aku bukan mau membantah atau merubah segala sesuatunya.. Ini pedoman pokok orang Jawa yang munculnya waktu jaman nenek moyang. Siapa “Timur” yang mengatakan kalau bukan nenek moyang? Iya to? Diberikan nama hari kok “Legi”? Maknanya gimana coba? Padahal ini tempatnya ada di manusia semua. Kalau Jawa Tengah itu ibarat bagian tengah tubuh seseorang. Ini tengah, maka dari itu disebut weteng (perut). Jangan diacak-acak lho! Karena ini tempat bahan pangan. Tidak boleh dibangun apa-apa... Tidak boleh!)


Atas dasar apa Mbah Tarno mengatakan hal tersebut?

Mulane ngene, iki nek aku moco pribadi, moco jiwo rogo.. Iki aku moco awakku dewe.. Ning angger ijih wong yo podho. Iyo to? Roso mung siji… Pecahe roso monggo. Iyo to? Pecahe roso kok dimanggakno, piye? Mergo sing ngidul yo ben.. ngulon-ngetan yo ben... Ning ojo ngaru-aru pedaringan iki! Mergo iki cawisane anak, putu, buyut, canggah, wareng ngasek udek-udek gantung siwur... iki jeh ditutup nung Jawa Tengah iki kabeh. Ngono. Itungane nek sejarah iki moco alame menungso. Opo meneh nek dititik soko bibit lan kawit... Lha iki kesempatan leh ku ngelingno Bibit ki yo nek ngandel, ngono.

(Makanya begini, ini kalau aku membaca diri pribadi, membaca jiwa raga... Ini aku membaca diri saya sendiri... Tapi kalau masih orang kan sama. Bener, kan? Rasa cuma satu.. Terbukanya rasa adalah silahkan, bener, kan? Terbukanya rasa kok dipersilahkan, gimana? Karena yang ke Selatan ya biarkan aja.... Ke Barat-ke Timur ya biarkan.. Tapi jangan mengusik tempat bahan pangan ini! Karena ini disediakan buat anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, hingga udek-udek gantung siwur... ini masih ditutup di Jawa Tengah semua. Gitu. Kalau berkaitan dengan sejarah ini suatu pembacaan terhadap alam manusia. Apa lagi kalau dilihat dari bibit dan asal mula.. Lha ini kesempatan untuk saya mengingatkan Bibit (Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah) ini kalau dia percaya, gitu.)


Di salah satu media cetak, yaitu Suara Merdeka memuat berita yang isinya Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa Sedulur Sikep menyetujui pembangunan pabrik semen. Bagaimana tanggapan Anda?

Sing kondho sopo? Mongko nek aku, tak penging. Dadi yo ora mung mligi dulur Sikep sak anak putuku thok, senajan kabeh dulur wilayah Sukolilo sak andhakane yo ora setuju. Nek Jawa Tengah tak penging, mergo Jawa Tengah iku bageh anak putu buyut canggah wareng udek-udek gantung siwur kuwi nong tengah iki kabeh cadangane. Ngono loh aku olehku kondho karo Bibit Waluyo kuwi..

(Yang mengatakan siapa? Padahal kalau aku, aku larang. Jadi ya tidak hanya sedulur sikep dan anak cucuku saja, namun semua saudara wilayah Sukolilo beserta keturunannya ya tidak setuju. Kalau Jawa Tengah saya larang, karena Jawa Tengah itu milik anak, cucu, nenek moyang, canggah, wareng, udek-udek, gantung, siwur itu di bagian tengah ini bagiannya. Gitu lho yang saya katakan kepada Bibit Waluyo itu..)


Lalu, bagaimana Mbah Tarno menanggapi peryataan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo sewaktu datang ke rumah Anda tanggal 22 Oktober 2008 lalu yang mengatakan bahwa “Yang butuh makan tidak hanya sedulur Sikep saja”?

Sikep kuwi opo? Kok muni “ora kabeh” iku? Wong kabeh “sikep” kok! Wong sikep kuwi rabi, nek lanang. Sikep iku sikep rabi. Wong lanang sak ndonya rak dho rabi kabeh. He’e to? Mongko iku lambang ning nyoto, ngono lho... Dadi awake dewe iki nek nebak ”Sing mangan ora sedulur Sikep..” Lho, kabeh sikep kok! Kabeh uwong.

(Sikep itu apa? Kok dibilang ”tidak semua” itu gimana? Semua orang itu ”sikep” kok! Wong sikep itu beristri, kalau laki-laki. Sikep itu sikep rabi. Laki-laki sedunia kan sama kawin semuanya. Benar, kan? Padahal itu lambang yang nyata, begitu lho.. Jadi kalau kita bilang ”Yang butuh makan bukan sedulur Sikep saja..” Lho, semua orang ini sikep kok! Semua orang.)

Trus bagaimana pendapat anak cucu Mbah Tarno sendiri terkait dengan rencana pembangunan pabrik semen ini?

Pancen ora setuju banget… Dadi Jawa Tengah kene iki nek digawe pabrik semen… Aku ora oleh! kabeh anak putuku… Bener iki? Setujuu..?? Ora oleh! Sak Jawa Tengah… Ora keno digawe… Gak keno! Iki langsung yo, dulur? Hei, dungokno kabeh! Dadi anak putuku yo setuju banget, nek iki ditolak, ojo gawe pabrik semen nong Jawa Tengah. Ora cik mung sak kabupaten Pati thok, sak Jawa Tengah! Yo, kabeh!

(Memang sangat tidak setuju... Jadi kalau Jawa Tengah ini dibuat pabrik semen ... Aku tidak boleh! Semua anak cucuku... Benar ini? Setujuu..?? Tidak boleh! Se- Jawa Tengah .. tidak boleh dibuat.. Tidak boleh! Ini langsung ya, saudara? Hey, dengarkan semuanya! Jadi anak cucuku ya sangat setuju kalau ini ditolak, jangan buat pabrik semen di Jawa Tengah. Tidak hanya di Kabupaten Pati saja, tapi se- Jawa Tengah! Ya, semua!)


Kira-kira apa dampak terhadap masyarakat dan sedulur Sikep nantinya bila pabrik semen tersebut dibangun?

Nek kaitane Gunung Kendeng iki pekoro banyu, sumber piro wae kuwi digunakake kanggo pertaniane dulur Sikep kabeh yo kaum tani kabeh. Sing nong Kudus, Pati lan liya-liyane mbutuhno banyu ko kono kabeh. Mongko nek musim ketigo iku, banyu nggo ngombe wae kurang. Wayahe September ora ono banyune mbeke diduduk jerone ora karu-karuan kuwi. Mulane tak penging ganggu. Nek walikan nandur iku nganggo banyu sing ditakdirno soko banyu Gunung Kendeng kuwi. Iki wae nek gak diatur nek ora gentenan kuwi ora nyukupi kok. Mulane aku tak penging gawe ning Jawa Tengah.

(Kalau hubungan dengan Gunung Kendeng ini masalah air, sumber yang banyak jumlahnya itu digunakan buat pertanian sedulur Sikep dan kaum tani semua. Yang di Kudus, Pati dan lainnya membutuhkan air dari situ semua. Padahal kalau musim kemarau itu, air buat minum aja kurang. Bulan September tidak ada airnya walaupun tanahnya sudah digali sedemikian dalam. Makanya itu aku cegah agar jangan diganggu. Kalau waktu tanam kedua memakai air yang ditakdirkan dari Gunung Kendeng itu. Itu saja kalau tidak diatur dan kalau tidak gantian tidak nyukupi kok. Maka dari itu aku larang buat di Jawa Tengah.)


Apa hal tersebut adalah suatu rencana bentuk penjajahan baru?

Iku coro mbiyen le.. ndek jaman Presiden Soekarno... yo kapitalis utowo imperialis, yo klub dagang. Kabeh-kabeh wong ape dijatuhno wong rak yo dho moh ta? Tah dho gelem? Ngono lho. Lha iyo. Ning nek kowe dielek-elek wong yo seneng tah ora? Tunggale meh ngono.

(Itu cara dahulu, nak... ketika jaman Presiden Soekarno... ya kapitalis atau imperialis, yaitu kelompok dagang. Semua orang akan dijatuhkan/dikalahkan, orang-orang tidak mau, kan? Apa sama mau? Gitu lho... Lha iya.. Tapi kalau kamu dijelek-jelekkan orang senang apa tidak? Itu hampir sama dengan sekarang.)


Bagaimana Mbah Tarno sebagai sedulur Sikep melihat hal ini?

Wong ngantek ditrapi dino. Legi kok ning etan arane piye? Pahing kidul, Pon kulon, Wage lor. Mongko” lor” kuwi opo sing wis dieler maune yo ojo diowah-owah. Mergo iki bakal dienggoni sing nong tengah. Mulane Kliwon nggone nong tengah. Ojo dho kliwat le nindakno.. Sekabehe opo wae ki ojo ngasi dho kliwat. Dadi supoyo petitis le ngiseni kuwi lho.. Ning tengah.. Dho kroso po ra ngono kuwi?

(Orang sampai diberi pelajaran tentang hari. “Legi” kok di Timur gimana maksudnya? “Pahing” di Selatan, “Pon” di Barat, “Wage” di Utara. Padahal “Utara” itu artinya apa yang telah dibentangkan sebelumnya jangan diubah-ubah. Karena ini akan ditempati yang di tengah. Itu sebab Kliwon ada di tengah. Jangan kebablasan kalau melakukan sesuatu hal. Segala sesuatunya jangan sampai keterlaluan. Jadi supaya tepat mengisi itu lho.. Di tengah. Sama merasakan apa tidak semua itu?)

Bagaimana pandangan Mbah Tarno melihat perjuangan rakyat seperti juga yang dilakukan warga dan para aktifis saat ini?

Nah, yo ngene iki.. Mulo iki ngene lho.. Lha iyo, iki mongko nek Pabrik Semen kuwi.. anggepku lho... Sing tak pikir iki, awake sing dho ngaku pejuang. Sing diperjuangi iku opo? kok ono kapitalis... Nek aku ngarani iki kapitalis. Lho kok dho dijarno iku... Dadi iki ono kapitalis sing gawe pabrik Semen. Lak bener yo, wo? Iyo, iku anggepku. Mulo dulurku sing ngaku pejuang, kuwi sing diperjuangi opo??

(Nah, ya begini ini.... Maka dari itu begini lho... Lha iya, padahal ini kalau Pabrik Semen itu... menurutku lho.. Yang saya pikir ini, kita yang mengaku pejuang, yang diperjuangkan itu apa? Kok ada kapitalis... Kalau aku bilang ini kapitalis. Lho kok sama dibiarkan itu.. Jadi ini ada kapitalis yang membuat pabrik Semen. Benar, kan? Iya, itu menurutku. Maka saudaraku yang mengaku pejuang, itu yang diperjuangkan apa??)


Ada masukan yang diberikan kepada pemerintah?

Wong ratu yo nduwe kliru kok, opo meneh iku lagek Presiden opo Gubernur. Ojo dho kemendel. Kemendhel tanpo njanur, wong kendel bakal kepetel.

(Raja aja punya kekeliruan kok, apa lagi itu hanya Presiden atau Gubernur. Jangan terlalu berani. Orang berani tanpa arah dan patokan akan kepetel (terjebak dalam kubangan lumpur))

Baca Selanjutnya